Jumat, 19 Februari 2010

how's your language?

Saya rasa semakin banyak orang yang lupa bagaimana caranya bertata krama. Sebagai orang jawa, yang terbiasa dengan budaya lembut (anda tahu khan, tarian jawa saja pelaaaannya minta ampun), saya masih sangat peka sekali dengan penggunaan bahasa dan tone bicara.

Bukannya rasis, cuma saya sampai sekarang saya masih merasa bahwa bahasa betawi itu agak kasar (lihat saja kalo mpok nori bicara), bahasa batak juga sama (karena nada bicara yang agak keras dan menghentak).

Tapi sebenarnya bagi saya, bahasa jawa bisa lebih kasar dan bahkan terkesan sedikit mengancam. Saya bicara tentang penggunaan bahasa jawa ngoko atau bahasa jawa kasar (untuk bicara dengan orang-orang sebaya/ selevel atau dengan yang lebih muda).

Barusan saja saya dapat contohnya.

Beberapa jam lalu ada misscall logs muncul di hape saya, dari nomor asing. Tidak saya kenal. Btw, dua kali nomor itu me-miscall saya. Dengan niat baik, saya mengirim sms ke nomer itu untuk menanyakan siapa si pe-misscall itu. Bisa jadi khan dari teman saya yang nomernya belum saya save di phonebook, atau mungkin dari perusahaan besar yang ingin memberikan tawaran kerja :P

Selang beberapa jam (beberapa menit sebelum saya menulis ini) ada nomor asing menelpon.

Oh, nomor yang tadi, dengan ramahnya saya jawab
‘halo..’
‘halo.. sopo iki?’ (halo, siapa ini?) kata si penelpon laki-laki berlogat jawa kental dengan songong.
‘maaf tadi nomer ini nelpon saya’
‘haa?! ora.. iki sopo? mau sms ngopo?!’ (enggak, ini siapa? Tadi kenapa sms?!) masih songong.
‘gini mas, tadi nomer ini nelpon saya, makanya saya sms buat nanyain siapa ini?’
*diam sesaat sambil seperti berbicara dengan orang dibelakangnya*
woalah...’ (halah...) tetap masih kedengaran songong.

Lalu telpon ditutup.

Nah, itulah yang saya maksudkan. si penelpon tadi berbicara dengan bahasa jawa ngoko. Untung saja saya mengerti bahasa jawa, jadi saya masih mengerti apa yang dia katakan.

Bagaimana kalo misalnya saya orang sunda yang tidak mengerti bahasa jawa sama sekali?! Atau orang manado?! Atau bahkan mungkin orang asing yang baru belajar bahasa indonesia?!

Atau kalaupun saya seorang jawa asli yang bisa berbahasa jawa, bagamana jika ternyata saya lebih tua?! Bagaimana seandainya saya seumuran kakeknya?! Bagaimana jika saya ternyata sultan!? (kalo contoh yang ini agak berlebihan)


Kenapa saya keukeuh menjawab dengan bahasa indonesia? Jawabannya untuk mengedukasi (berat nih omongannya). Maksud saya adalah ketika orang itu tahu saya menjawab dalam bahasa indonesia, kenapa dia tidak segera menanggapi dengan bahasa indonesia juga?! khan terdengar lebih enak di kuping to?!

*Wis ngoko, kemlethak meneh cara ngomonge! (baca: udah pake bahasa jawa kasar, songong lagi cara bicaranya)

Itulah kenapa sampai sekarang saya lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia di manapun kepada siapapun, atau bahasa kromo (bahasa jawa halus yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau dengan orang2 yang level nya lebih tinggi di banding kita). Ya walupun bahasa jawa kromo saya adalah kromo pating pecothot (baca: acakadut/kacau), karena saya memang tidak pernah diajarkan bagaimana berbicara bahasa jawa kromo di rumah.

Alasan ibu saya tidak menggunakan bahasa jawa di rumah (dengan saya dan adik saya) adalah beliau takut cara bicara saya jadi terdengar kasar.

Jadi ceritanya ibu saya melakukan manuver perubahan bahasa ini setelah beliau tahu jika ternyata mbak pengasuh saya tidak bisa berbahasa jawa kromo, jadi dia selalu menggunakan bahasa jawa ngoko ketika mengasuh saya.

Ketakutan ibu saya adalah, daripada nantinya bahasa saya terdengar kasar dan tidak sopan ketika berbicara pada orang lain (karena menggunakan bahasa jawa ngoko), lebih baik diajarkan bahasa indonesia saja sekalian saja yang lebih netral.

Benarkah cara didikan seperti ini?! Mungkin. Hanya saja efeknya, dulu kata ibu saya, teman-teman saya sempat meragukan ke-jawa-an saya.
‘kamu tuh orang mana to?’ kurang lebih seperti itu pertanyaan teman-teman kecil saya dulu karena saya hampir tidak bisa berbahsa jawa sama sekali.
Kalau sekarang sih saya sudah bisa berbahasa jawa.




NB. Untuk lebih menegaskan ke-jawa-an saya, saya sudah membuat tattoo nama saya dalam huruf jawa di lengan kiri saya.


1 komentar:

  1. ih, jadi pengen malu sama kita yang udah tua dan masih suka clamitan.
    eh, ayo... posting earth hour-nya cyur

    BalasHapus